Selasa, 31 Januari 2023

TOPIK 2. KONEKSI ANTAR MATERI FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

 

KESIMPULAN DAN REFLEKSI

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA

 

A.    Kesimpulan

Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan  memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam melakukan pengjaran dasar-dasar pemikiran ki Hajar Dewantara juga mempertingkan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam disesuaikan dengan kondisi dimana letak tempat tinggal peserta didik untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.

Dalam pemikiran filosofis ki Hajar Dewantara mempertimbangkan aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik yang berkembang di wilayah peserta didik. Penyeimbangan tersebut ditujan agar peserta didik tidak mengalami culture shock. Misalanya penyelenggaran pendidikan di wilayah pedalaman akan berbeda dengan pola penyelenggaran pendidikan di wilayah perkotaan, peserta didik tentu tidak dapat mengikutinya. Selain itu berdasarkan kodrat alam, penyelenggaraan pendidikan juga harus didesuaikan dengan perkembangan masa ke masa atau lebih dikenal dengan mengikuti perkembangan zaman.

Penyelenggaraan pendidikan yang didapatkan pada masa kita dahulu, tidak akan relevan jika diterapkan pada masa saat ini. Secara teori tentu akan mengalami banyak perkembangan dan secara teknologi tentu akan mengalami perbedaan yang pesat. Jika dulu pengajaran masa lampau menggunakan papan tulis dan kapur, sekarang semua sudah berbasis teknolgi dimna pendidikan sudah dapat diselenggarakan dalam genggaman.

Selain harus mengikuti kodrat zaman dan kodrat alam, KHD berkeyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut menegas bahwa pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan.

Ki Hajar Dewantara juga mencetuskan semboyan yang sangat menginspirasi dalam dunia pendidikan: Ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Trilogi semboyan pendidikan tersebut hingga kini terus berusaha diejawantahkan dalam pengajaran dan pendidikan di Indonesia.

Secara paktik seorang guru adalah teladan untuk peserta didik, karna guru adalah pusat dalam pembelajaran, tingkah laku guru, karakter guru akan ditiru, apa yang didengar dan dilihat oleh peserta didik oleh dapat ditiru karna seorang peserta didik adalah peniru ulung lingkungan disekitarn ya. Bedasarkan konsep ing madyo mangun karso, seorang guru ketika ditengah terus memberikan semangat dan mengontrol penyimpangan atau perilaku yang tidak baik oleh peserta didik. Seorang guru dapat berkerja sama dengan orang tua dirumah adar dapat mengontrol sosial agar berada dijalan yang benar. Selain itu seorang guru juga dapat menjadi teman untuk mengetahui apa yang menjadi keinginan dar peserta didik. Sedangkan jika di bekang seorang guru dituntut untuk terus memberikan dorongan dan motivasi kepada peserta didik adgar dapat berfikir maju dan berkarakter yang baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Secara teoretik pemikiran KHD telah relevan dengan konteks pendidikan Indonesia. Menilik Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, pemikiran KHD telah terserap dalam kerangka pemikiran titik keberhasilan pendidikan secara nasional. Permasalahannya, secara praktik pemikiran-pemikiran KHD tentang pendidikan dan pengajran belum mampu secara utuh dan konsisten hidup dalam masyarakat pendidikan nasional.

B.     Refleksi

Setelah mempelajari pemikiran Ki Hajar Dewantara saya banyak memperoleh pengetahuan baru mengenai upaya menerapkan merdeka belajar untuk peserta didik saya dikelas. Penyelenggaraan pembelajaran yang sebelumnya hanya sesuai dengan tuntutan mengajar dan menggunakan cara lama masih saya terapkan dikelas sebelum saya mempelajari merdeka belajar ini. Namun setelah saya mempelajari banyak ilmu baru, saya berusaha menerapkan dalam lingkungan kelas saya dimana saya menggunakan media pembelajaran yang bervariatif dan menyenangkan, membuat susasana kelas yang nyaman dan tidak menegangkan, menyelenggarakan pembelajaran yang dikemas dengan sesimpel mungkin namun peserta didik dapat menggeneralisasi materi yang diajarkan menggunakan bahasa sendiri, serta banyak menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Sebagai seorang pendidik saya mengupayakan penyelenggaraan pembelajaran menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan zamannya yang disesuaikan dengan kodrat zaman dan kodrat manusia. Dalam mengkontruksi pemahaman pengetahuan peserta didik, saya berusaha memberikan ruang peserta didik untuk mengeksplor pengetahuannya sehingga dapat memperluas wawasannya mengenai materi yang sedang dipelajari, namun saya sebagai pendidik ikut serta dalam memberikan pengawasan dan menuntun peserta didik agar kebebasan tersebut tidak menjerumuskan pada hal yang tidak baik.

Sumber:

·         Pidato Ki Hajar Dewantara

·         Undang-Undang No 20 Tahun 2003

Minggu, 11 November 2018

Program Remaja Genre Sebagai Upaya Meraih Bonus Demografi



World Health Organization (WHO) dalam Syarief, Sugiri (2007) mendefinisikan remaja sebagai individu yang sedang mengalami masa peralihan (transisi); dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur mempertunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanak-kanakan menjadi dewasa; dari segi sosial ekonomi ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas. Pada masa ini, remaja mengalami beberapa perubahan yaitu dalam aspek jasmani, rohani, emosional, sosial dan personal.
Jumlah penduduk remaja di Indonesia yang mencapai hampir 30% dari total penduduk merupakan aset bangsa dalam menghadapi bonus demografi yang mungkin didapatkan oleh bangsa Indonesia pada 1-3 dekade mendatang. Bonus Demografi menurut Mason (2001) dan John Ross (2004) yang dikutip dari buku 100 Tahun Demografi Indonesia adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang. Bonus demografi akan membawa dampak pada sosial ekonomi, dimana angka ketergantuangan penduduk akan sangat rendah. Melimpahnya jumlah angakatan kerja akan menguntungkan dari segi pembangunan sehingga memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk BPS Tahun 2010, tercatat penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta jiwa dan 64 juta diantaranya adalah usia remaja. Hampir 30% penduduk Indonesia adalah usia remaja, suatu periode kritis tetapi strategis untuk dibina karena remaja dipersiapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa. Meskipun bonus demografi bagaikan pedang bermata dua karena apabila remaja sebagai calon penduduk usia produktif justru tidak memiliki kemampuan dan keterampilan (skills) yang tidak memadai maka hanya akan menambah beban tanggungan negara saja. Hal ini mendorong BKKBN sebagai institusi pemerintah yang bergerak dalam bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana sejalan dengan amanat UU no 52 tahun 2009 juga ikut menyiapkan strategistrategi untuk membantu program pemerintah. Melalui program-program kerja, BKKBN mendorong terciptanya keluarga berkualitas sehingga diharapkan akan menghasilkan generasi yang berkualitas pula terutama bagi remaja dalam keluarga. Salah satunya yaitu program GenRe.
Menurut BKKBN (2012) Program GenRe adalah suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya Tegar Remaja, yaitu remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari resiko Triad KRR, menunda usia perkawinan, mempunyai perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan suber informasi bagi teman sebayanya. Sedangkan GenRe adalah remaja/mahasiswa yang memiliki pengetahuan, bersikap dan berperilaku sebagai remaja/mahasiswa, untuk menyiapkan dan perencanaan yang matang dalam kehidupan berkeluarga (BKKBN, 2012). Menurut Malthus (dalam Mulyadi, 2003), Program GenRe merupakan salah satu cara untuk mencegah permasalahan remaja sebagai akibat ledakan penduduk adalah dengan melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pertumbuhan penduduk, yaitu dengan menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak. Kedua langkah tersebut diharapkan mampu mengendalikan kelahiran yang merupakan masalah pokok kependudukan .
Berikut ini merupakan kelompok sasaran program genre yang dikembangkan oleh BKKBN yaitu:
  • Remaja (10-24 tahun) dan belum menikah
  • Mahasiswa/Mahasiswi belum menikah
  • Keluarga / Keluarga yang punya remaja
  • Masyarakat yang peduli terhadap remaja
Program GenRe BKKBN bagi remaja/mahasiswa dan juga keluarganya diharapkan mampu ikut andil dalam mempersiapkan remaja menjadi Sumber Daya Manusia yang unggul dan mandiri. Mendidik remaja sehat dan berkualitas berarti mempersiapkan masa depan bangsa yang berkualitas. Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan dalam rangka mempersiapkan dan meningkatkan kualitas SDM generasi remaja saat ini adalah:
·         Mengembalikan fungsi keluarga sehingga bisa membantu proses perkembangan remaja yang penuh dinamika.
·          Menyediakan wadah atau ajang-ajang yang memberikan kesempatan untuk remaja mengapresiasikan bakat dan kemampuannya.
·         Memasukkan pembelajaran life skills kedalam kurikulum sekolah sehingga lulusannya bisa siap pakai. Hal ini ditujukan sebagai Peningkatan komitmen dan peran serta stakeholder dan mitra kerja dalam program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
·         Memaksimalkan Program GenRe di sekolah, perguruan tinggi dan lingkungan sekitar melaui advokasi dan KIE untuk Meningkatkan kesadaran dan peran serta pemerintah serta stakeholder dalam membuat kebijakan yang pro-remaja dalam upaya Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pengelola, PS, KS dan kaderprogram GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
Upaya BKKBN dalam Pembinaan Remaja Program GenRe yang telah dikembangkan oleh BKKBN beberapa tahun terakhir dapat menjadi solusi bagi permasalahan remaja. Program GenRe juga dapat menjadi wadah penyaluran aspirasi dan kreasi bagi para remaja sehingga remaja dapat mengembangkan kemampuan Life Skills secara optimal. Keterampilan ini perlu diajarkan kepada remaja karena dapat membantu remaja mencapai tugas pertumbuhan dan perkembangan pribadi baik dari pertumbuhan fisik, mental, emosional dan spiritual. Kegiatan Program GenRe meliputi Promosi penundaan usia kawin, mengutamakan sekolah dan berkarya, Penyediaan informasi kesehatan reproduksi seluasluasnya (PIK Remaja/Mahasiswa) sehingga tidak terjebak Narkoba, HIV/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan, dan Promosi merencanakan kehidupan berkeluarga dengan sebaik-baiknya. Dengan program GenRe berpeluang untuk menjadikan Remaja berkualitas sebagai upaya tercapainya bonus demografi yang sudah didepan mata.  

DAFTAR PUSTAKA

DP3KB. (2018). Program Genre Dalam Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja/Mahasiswa. Diakses melalui link http://dp3kb.brebeskab.go.id/wp-content/uploads/2018/04/Materi-Genre.pdf
Ignore. (2017). Program Genre (Generasi Berencana). Diakses melalui link http://www.i-genre.com/program-genre-generasi-berencana
Mayasari, Sinta. __. Peluang Menuju Bonus Demografi. Diakses melalui link https://media.neliti.com/media/publications/181646-ID-remaja-genre-peluang-menuju-bonus-demogr.pdf
Utami , Devi Dwi Yana. (2015). Penyuluhan Program BKKBN Mengenai Generasi Berencana (GenRe) dan Sikap Remaja. Diakses melalui link file:///C:/Users/user/Downloads/199-528-1-PB.pdf